Selain Hujan, Petani Tembakau Dihantui Hama Ulat dan Banci
Ekonomi

Selain Hujan, Petani Tembakau Dihantui Hama Ulat dan Banci

Ngawen, (gunungkidul.sorot.co)--Para petani tembakau yang tergabung di Kelompok Tani Sido Subur II, Padukuhan Watusigar, Kalurahan Watusigar, Kapanewon Ngawen, saat ini sedang mengeluhkan kondisi tanaman tembakau mereka akibat terus-terusan diguyur oleh hujan.

Ketua Kelompok Tani Sido Subur II, Pario menjelaskan bahwa apabila tanaman tembakau yang ditanamnya tak boleh secara terus menerus diguyur air hujan. Sebab nantinya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan berdampak pada kualitas tembakau yang akan dipanen.

Kalau kena hujan terus ini ya nanti mati tembakaunya. Daunnya juga jadi nggak bagus, jadi muncul trotol-trotol (bintik-bintik) itu jadinya rusak. Kalau pas dirajang nanti itu pasti putus-putus. Pengaruhnya ya pasti ke harga jual. Pokoknya kalau udah urusannya sama hujan udah nggak bisa ditangani,” kata Pario, Selasa (20/09/2022) pagi


Selain dihadapi permasalahan dengan tingginya curah hujan, Pario juga menyampaikan bahwa tanaman tembakau juga dihantui oleh momok hama ulat dan banci (kutu) yang merusak tanaman tembakau varietas unggulan jenis Gober Sili. 

Jenis ini dipilih para petani sebab memiliki keunggulan dari segi daunnya yang lebih tebal dan lebar serta memiliki bobot yang lebih berat ketika dipanen dibandingkan dengan jenis yang lain.

Akibat kurang memuaskannya kualitas tanaman tembakau yang diguyur hujan tersebut, para petani harus menerima nasib ketika para pengepul membayar dengan harga murah hasil panen tembakau yang mereka tanam.

Sebab para pengepul juga takut tak bisa mengolah tembakau akibat tak adanya sinar matahari di musim penghujan seperti ini. Padahal para petani mengeluarkan modal yang tak sedikit untuk membeli dan merawat tanaman tembakau.

Paling nggak ya per batang itu dihargai Rp 2 ribu, soalnya pengepul juga tahu kualitas sama nggak berani juga ngolahnya kalau kondisi cuaca gini. Itu juga cuman cukup buat balik modal sama tenaga. Padahal buat perawatan itu bisa habis Rp 1,5 juta. Jadi kalau ditotal luas lahan 1.500 meter persegi cuman laku Rp 3 jutaan ya rugi,” tambah Pario.

Tak hanya Pario yang merasa dirugikan dengan curah hujan yang cukup tinggi ini. Samingan, salah satu petani tembakau yang tergabung di Kelompok Tani Sido Subur bahkan mengalami kerugian hingga ratusan ribu rupiah akibat bibit tembakau yang ditanamnya mati sebab tergenang oleh air.

Saya itu modal 2.000 batang, sekitar habis Rp 200 ribu lebih buat bibit aja. Berhubung hujan terus, nggak saya bikin bedeng (saluran air) jadinya tekor pada mati. Udah keluar Rp 300 ribu juga buat bayar tenaga yang nanem selama 2 hari. Ini dari 2.000 batang tinggal 30-an batang lah itu saya bikin benih lagi, buat persiapan musim tanam besok,” jelas Samingan.

Akibat kondisi cuaca yang tak menentu seperti ini, sebagian petani memilih untuk beralih menanam jenis tanaman hortikultura, seperti jagung, terong dan sayur-sayuran lainnya. (adimas)