Hedonisme dan Flexing Merambah Wisuda Anak Sekolah Negeri di Gunungkidul ?
Pendidikan

Hedonisme dan Flexing Merambah Wisuda Anak Sekolah Negeri di Gunungkidul ?

Wonosari, (gunungkidul.sorot.co)--Baru-baru ini, fenomena unik terkait wisuda anak sekolah negeri di Kabupaten Gunungkidul yang dilaksanakan di hotel berbintang telah menarik perhatian sejumlah kalangan. Tindakan ini seakan ingin menunjukkan tingkat dan gengsi, dengan mengajak siswa-siswi wisuda ke tempat mewah. Muncul pertanyaan, siapakah yang memerintahkan hal ini?

Jika kita mengulik sedikit ke belakang sebelum pelepasan siswa, terdapat fenomena corat-coret seragam yang biasanya dilakukan setelah pengumuman kelulusan.

Beberapa sekolah dan guru melarang murid-murid untuk melakukan hal tersebut. Alasan dibalik larangan tersebut adalah agar seragam bekas bisa disumbangkan dan dimanfaatkan oleh tetangga, teman, atau adik-adik mereka kelak. Hal ini merupakan upaya positif yang mengajarkan kesederhanaan.

Namun kesederhanaan tersebut berbanding terbalik dengan kebijakan mengajak ke arah hedonisme siswa-siswi untuk melaksanakan wisuda di hotel berbintang. Menurut sebagian pihak, hal itu yang sejatinya bertentangan dengan nilai-nilai kesederhanaan Jawa, seperti bumi kapendhem atau andhap asor. Terlebih lagi, sorotan tentang pamer gaya hidup mewah atau flexing baru-baru ini juga menjadi perhatian publik, terutama dalam kasus pejabat pajak, pejabat bea cukai, dan pejabat di Lampung.

Contohnya adalah SMAN 1 Wonosari dan SMAN 2 Wonosari yang menggelar acara kelulusan di Hotel Santika di Playen, Gunungkidul. Selain kedua sekolah itu, masih ada sekolah negeri lain yang juga melakukan hal serupa.

Pelaksanaan acara tersebut tentu tidak sepenuhnya ditanggung oleh sekolah, melainkan melibatkan keuangan dari para wali murid. Besarnya iuran mencapai angka Rp 250.000 – 350.000 per siswa. Jika dijumlahkan dengan 100 siswa yang diwisuda, jumlahnya mencapai kisaran Rp 25 juta - 35 juta. Angka ini hanya untuk 100 siswa dari satu sekolah, dan ini baru perkiraan. Angkanya tersebut bisa jauh lebih besar jika jumlah siswa lebih dari 100 orang. SMAN 1 Wonosari dengan 200 siswa yang diwisuda dengan iuran per siswa sebesar Rp 310 ribu, maka anggaran acara wisuda mencapai Rp 65 juta. Jumlah yang hampir sama juga dikeluarkan oleh SMAN 2 Wonosari.

Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Dikpora DIY, Didik Wardaya menuturkan bahwa proses penyerahan kembali siswa ke orangtua itu sebaiknya dilaksanakan di sekolah. Terlebih prosesi wisuda SMA/SMK itu bersifat tidak wajib.

Kalaupun ada prosesi itu cukup di sekolah saja, sambil untuk menampilkan kemampuan berskspresi seni bagi adik kelas atau lulusan. Bisa dilakukan di luar sekolah, mungkin karena alasan di sekolah aulanya tidak mencukupi. Itupun dengan biaya yang tidak memberatkan dan tidak bermewah-mewahan,” ungkap dia.