Geluti Dunia Herbal 23 Tahun, Kini Produksi Yuniari Terbang Hingga Eropa
Ekonomi

Geluti Dunia Herbal 23 Tahun, Kini Produksi Yuniari Terbang Hingga Eropa

Wonosari, (gunungkidul.sorot.co)--Bermodal pengalaman dari perusahaan yang memproduksi jamu sejak tahun 2000, Yuniari (39) warga Padukuhan Singkar I, Kalurahan Wareng, Kapanewon Wonosari, Kabupaten Gunungkidul sukses menjadi produsen jamu dengan branding Herbal Yuniari.

Yuniari menceritakan awal mula ia memulai bisnis ini pada saat itu ia masih terikat di sebuah perusahaan produksi jamu kelas nasional. Namun tekad kuat untuk membangun sebuah bisnis mulai muncul, pada tahun 2014 ia mulai berhenti bekerja dan memulai merintis usaha herbal.

Pada saat itu, ia menyayangkan adanya tanaman kunyit asem yang terbengkalai di halaman rumahnya. Mulai pada saat itu, Yuniari mulai mengolah kunyit asem menjadi sebuah minuman jamu dengan konsep ready to drink yang memiliki banyak manfaat.

Pada saat itu kunir asem digunakan hanya sebatas pas momen lebaran haji saja, padahal punya banyak khasiat. Kemudian kita mulai mengolah, expirednya 2 tahun, dikemas secara instan, serta menggunakan cara pembuatan minuman herbal yang baik dan benar,” ungkap Yuniari, Sabtu (20/05/2023).


Ia mengaku untuk membangun bisnis herbal ini hanya bermodalkan Rp 100 ribu dengan hanya membeli 1 kg gula Jawa dan 1,5 kg gula batu, sehingga mampu memproduksi hingga 30 botol kunyit asem. 

Hingga kini, Yuniari mampu memproduksi secang, beras kencur, bandrex, kunyit asem, sari jahe, dan nonifit.

Yuniari memiliki produk unggulan seperti curminoid yang memiliki teknik ekstrak tanpa gula dan ini tidak dimiliki penjual jamu lainnya. Dengan dijual 5 sachetnya Rp 30 ribu untuk jamu jenis kurminoid, kini untuk tiap hari ia mampu memproduksi 40-60 kg jamu herbal.

Lebih lanjut, pasar nasional herbal Yuniari sudah merambah hingga NTB, Papua, Aceh, dan memiliki distributor di area Jabodetabek. Di pasar internasional pun sudah menjamah hingga Korea Selatan, Belanda, dan Belgia.

Untuk wedang sendiri punya 13 item, jamu instan 16 dan jamu ekstrak tanpa gula ada 4 varian. Pangsa pasarnya pun beda-beda. Kalau wedang lebih disukai di NTB dan ekstrak tanpa gula lebih disukai di Papua,” ungkap Yuniari.

Dengan dibantu oleh pihak pemerintah kalurahan, kini usaha herbal Yuniari semakin bermanfaat untuk warga Kalurahan Wareng dengan memberikan pelatihan memproduksi jamu dengan peralatan sederhana.

Saat ini sudah ada 13 ibu rumah tangga yang tergabung. Sementara bagian produksi sudah ada 7 orang yang ia libatkan dari saudara dan tetangganya.

Dari program pemerintah kalurahan yang berupa wajib tanam tanaman Toga di pekarangan, saya sering membeli bahan dasar dari tetangga dengan harga tinggi sehingga terjadi hubungan saling menguntungkan juga pada mereka,” imbuhnya.